(Terlalu rajin, saat yang lain santei aku keterusan belajar) |
Ku rapikan semua tampilan fisikku dan juga lingkunganku. Tapi Cuma lingkungan sebatas kamar tidur dan rumah saja. Di sekolah kupagikan saat berangkat, dan kusegerakan saat pulang dan tak lupa pakai jam tangan untuk mengetahui waktu. Ku beranikan duduk di bangku terdepan. Ku perhatikan apa yang diajarkan bapak ibu guru di kelas. Ku acungkan pula tanganku saat guru mengajukan pertanyaan. Sampai banyak temanku yang heran dengan perubahan sifatku ini. Saat istirahat atau bersantai aku belajar dan bertanya kekurang pahaman kepada teman yang kurasa lebih tau dibandingkan aku. Banyak yang selalu menyindir dan mencoba menurunkan mentalku dengan cara terlalu memujiku, namun tak kugubris semua itu. Aku hanya berniat menyumpal mulut temanku dengan nilai yang harus lebih baik darinya. Kukurangi kebiasaan mengolok dan menghujat teman sekelasku. Ku atur lidahku untuk tidak berkata jorok dan berkata yang menyakiti hati seseorang. Ku belajar kelompok dengan sahabatku, bahkan jika teman satu sekolah tak mau kuajak belajar bersama aku berpaling ke teman SMP ku dulu untuk dapat belajar bersama.
(Aku sama bu Eni
guru matematikaku lagi pose)
|
Puncaknya sampai sadarlah seorang guru terhadap kegigihanku merubah kebiasaan malasku. Guru matematikaku, beliau adalah wali kelas di XII animasi C. Dan aku kenal dengan anak – anak animasi C. Suatu ketika itu sudah dekat dengan UN, kurang lebih tinggal H-40 an. Si guru matematika ini membangga-banggakan aku di kelas C. Dia menganggap semangatku layak ditiru oleh kelas tanggungannya ini. Tetapi ini malah menjadikan aku sebagai bahan hujatan teman – temanku. Ada yang mengancungkan jempol padaku, ada yang berkata “Cie anaknya Bu Matematika nih”. Ada lagi “Wih anak kebanggaan Animasi A rek”. Kalau lewat ada celotehan “Minggir – minggir anak rajin lewat”. Walau seperti itu tekat yang terlanjur membulat tetap memotivasiku untuk terus berjuang untuk mendapat hasil maksimal dan tidak mengulang penyesalan di masa – masa SMP dulu. Saat pulang sekolah sering teman – teman mengajakku untuk ngaso di warung kopi sambil ngopi dan bermain untuk mengurangi ketakutan berhadapan dengan UN. Kadang ngopinya sambil bermain kartu remi, kalau gak gitu kartu uno, juga catur, tak ketinggalan gaplek / domino juga pernah namun tanpa judi lho. Tapi ada aja peraturan dan hukuman yang harus dijalani yang kalah, kadang disuruh jongkok, kalo enggak gitu ditolet tepung di wajah, dan aneh – aneh deh pokoknya. Kalau agak bosan bermain aku mulai membuka buku dan mempelajarinya dengan ngotot banget. Dan puncak hari penentuan sudah benar – benar di depan mata, yap H-2.
Tegang, takut, dan emosi beraduk jadi satu namun aku tetap berupaya untuk selalu optimis. Namun jangan salah serajin – rajinnya aku tetap juga mengandalkan adanya jalan pintas kebocoran soal. Dari seminggu yang lalu aku sudah mengumpulkan nomer hp teman – temanku yang juga akan menghadapi UN SMK. Aku meminta bantuan dari semua teman – teman untuk membagi kalau dapat bantuan mendadak itu. Kembali ke H-2, saya planning akan terus belajar tanpa terpikir ikut – ikut hari tenang (hari tenang: tidak belajar dan bersantai di H-1 UN bertujuan mengurangi rasa tegang sebelum menghadapi ujian penentuan). Seperti pepatah mengatakan waktu adalah uang, jadi menurut pikiran subjektif saya harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Daripada buat santai – santai mending buat belajar. Saat H-1 sampai Ujian berakhir saya selalu pergi ke rumah salah satu teman untuk belajar disana. Dan 4 hari berturut aku disana mulai dari siang hari pulang sekolah sampai malam pukul 22.00 WIB baru pulang.
0 komentar:
Posting Komentar